Wednesday, July 5, 2017

Ritual Pindah Rumah


 بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


Pertanyaan : 

Ass. wr. wb.
Pak Ustadz, Insya Allah akhir bulan ini saya berencana pindah rumah, mohon pencerahannya dari Pak Ustadz bagaimana tata cara pindah rumah dalam Islam. Sehingga rumah yang Insya Allah kami tempati menjadi rumah yang berkah bagi kami dan menjadikan keluarga kami sebagai keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terimakasih atas.
Wassalamu'alaikum,

Baca selengkapnya

Bolehkah Kita Tidur di dalam Masjid?


 بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


Pertanyaan : 
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Mohon penjelasan tentang hukum orang yang tidur di masjid, apakah ada kebolehan bila kita sengaja tidur di dalam masjid? Lalu bagaimana bila yang tidur itu orang yang musafir atau peserta i'tikaf? 

Sebelumnya terima kasih

Wassalam




Baca selengkapnya

Berapa Kilometer Jarak Bolehnya Mengqashar Shalat?


 بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Pertanyaan : 

Berapakah jarak minimal perjalanan untuk bisa dibolehkannya bagi kita menqashar shalat? Ada yang bilang jaraknya sampai 90 Km. Pertayaannya :

  1. Dari mana ketemu jarak 90 km itu? Apakah di zaman Nabi SAW sudah ada ukuran jarak 90 km?
  2. Llau kalau kita di Jakarta, sampai sejauh mana kira-2 90 km itu, ustadz?


Baca selengkapnya

Mudik Tapi Tidak Shalat, Apakah Berdosa?


 بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


Pertanyaan : 

Assalamu alaikum wr wb.
Ustadz, pada lebaran ini kita umat Islam banyak yang mudik. Tapi kalau saya perhatikan, dari sekian banyak pemudik itu, yang bensr-benar menjaga shalat lima waktu hanya seberapa saja. Selebihnya kok pada tidak shalat ya. Apakah mudiknya jadi dosa dan haram? Mengapa banyak umat Islam yang kurang memperhatikan masalah ini?
Wassalam

Baca selengkapnya

Tuesday, July 4, 2017

Mahar Berupa Hafalan Al-Quran, Bolehkah?


 بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Pertanyaan : 

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Semoga ustadz sekeluarga selalu dalam lindungan Allah SWT, amin.

Kemarin saya menghadiri sebuah akad nikah di sebuah pesantren penghafal Al-Quran. Saya agak kaget ketika dibacakan maharnya. Ternyata maharnya berupa hafalan ayat Al-Quran, yaitu surat Ar-Rahman.

Maka di majelis itu sang mempelai pria langsung membacakan surat Ar-Rahman itu dengan dihafal sampai selesai. Dan hadirin pun khusyu' mendengarkan, termasuk mempelai wanita.

Nah, yang membuat saya penasaran, apakah bisa dibenarkan bacaan hafalan Al-Quran sebagai mahar. Tetapi seorang kiyai yang duduk dekat saya bilang bahwa itu adalah sunnah Nabi SAW. Sebab di masa beliau ada shahabat yang maharnya juga berupa hafalan Al-Quran.

Saya masih agak kurang paham dan ingin bertanya langsung kepada ustadz yang merupakan ahli dalam masalah fiqih dan urusan memahami nash hadits.

Jadi mohon ustadz berkenan menjelaskan duduk perkara masalah mahar pakai hafalan Al-Quran ini. Dan kalau benar ada hadits tentang itu, mohon dijelaskan juga tentang bagaimana kita memahaminya.

Terima kasih buat ustadz dan jazakallah khairal jaza'.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Baca selengkapnya

Dakwah, Tabligh, Khutbah dan Ceramah, Apa Bedanya?


 بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Pertanyaan : 

1. Apa perbedaan makna secara definisi antara tablig, dakwah, khutbah, dan ceramah. Dalam ketentuannya apakah sama?

2. Pada saat khutbah, seseorang dilarang berbicara. bagaimana kalau suasana di mana kebanyakan yang ikut khutbah anak-anak sekolah yang memang mereka harus sering diingatkan untuk tertib dan diam.

3. Dalam khutbah apakah harus membaca atau menyeru takwa saat khutbah pertama dan kedua? Tolong minta dijelaskan yang rinci.

Baca selengkapnya

Telapak Kaki Perempuan Bukan Aurat?



 بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Pertanyaan : 
Assalaamu'alaikum
Ustadz saya mau tanya,
Aurat perempuan kan seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan, tapi yang saya lihat, ada sebagian perempuan yang menutup kaki nya dengan kaos kaki, tapi ada juga yang tidak, jadi mana yang benar ya ust??
Terimakasih
Baca selengkapnya

Apa Tajassus itu?


 بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Tajassus di antara tafsirannya adalah mencari-cari kesalahan orang lain, terutama yang terus ingin dicari aibnya adalah orang-orang beriman.



Baca selengkapnya

Mengapa Ghibah Disamakan Dengan Memakan Bangkai Manusia?

 بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Allah ‘azza wa jalla berfirman,
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Dan janganlah kalian saling menggunjing. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Hujurat: 12).
Baca selengkapnya

Monday, July 3, 2017

Menjaga Anak dan Pemuda dari Paham Liberal dan Pluralisme

 بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Internet dan sosial media semakin memudahkan setiap orang dalam berinteraksi dan mengakses segala macam informasi,sehingga sebagai orang tua sudah seharusnya kita mulai sadar dalam mengawasi dan mendidik anak-anak agar tidak terkotori oleh pemikiran yang berasal dari konten informasi yang menyimpang seperti paham liberal dan pluralisme. Bagaimana caranya? berikut penjelasannya




Baca selengkapnya

Apakah dagu dan jenggot ikut dibasuh saat berwudhu?

 بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


Apakah dagu dan jenggot ikut dibasuh saat berwudhu?

Para fuqaha mengatakan bahwa batasan wajah yaitu memanjang dari batasan tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu atau akhir dari jenggot.


Baca selengkapnya

Lima Faedah Puasa Syawal

 بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


Alhamdulillah, kita saat ini telah berada di bulan Syawal. Kita juga sudah mengetahui ada amalan utama di bulan ini yaitu puasa enam hari di bulan Syawal. Apa saja faedah melaksanakan puasa tersebut? Itulah yang akan kami hadirkan ke tengah-tengah pembaca pada kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat.



Faedah pertama: Puasa syawal akan menggenapkan ganjaran berpuasa setahun penuh

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.”[1]

Para ulama mengatakan bahwa berpuasa seperti setahun penuh asalnya karena setiap kebaikan semisal dengan sepuluh kebaikan yang semisal. Bulan Ramadhan (puasa sebulan penuh, -pen) sama dengan (berpuasa) selama sepuluh bulan (30 x 10 = 300 hari = 10 bulan) dan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan (berpuasa) selama dua bulan (6 x 10 = 60 hari = 2 bulan).[2] Jadi seolah-olah jika seseorang melaksanakan puasa Syawal dan sebelumnya berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, maka dia seperti melaksanakan puasa setahun penuh. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا) »

Barangsiapa berpuasa enam hari setelah Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal][3].”[4] Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan semisal dan inilah balasan kebaikan yang paling minimal.[5] Inilah nikmat yang luar biasa yang Allah berikan pada umat Islam.

Cara melaksanakan puasa Syawal adalah:

  1. Puasanya dilakukan selama enam hari.

  2. Lebih utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fithri, namun tidak mengapa jika diakhirkan asalkan masih di bulan Syawal.

  3. Lebih utama dilakukan secara berurutan namun tidak mengapa jika dilakukan tidak berurutan.
  4. Usahakan untuk menunaikan qodho’ puasa terlebih dahulu agar mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh. Dan ingatlah puasa Syawal adalah puasa sunnah sedangkan qodho’ Ramadhan adalah wajib. Sudah semestinya ibadah wajib lebih didahulukan daripada yang sunnah.


Faedah kedua: Puasa syawal seperti halnya shalat sunnah rawatib yang dapat menutup kekurangan dan menyempurnakan ibadah wajib

Yang dimaksudkan di sini bahwa puasa syawal akan menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada pada puasa wajib di bulan Ramadhan sebagaimana shalat sunnah rawatib yang menyempurnakan ibadah wajib. Amalan sunnah seperti puasa Syawal nantinya akan menyempurnakan puasa Ramadhan yang seringkali ada kekurangan di sana-sini. Inilah yang dialami setiap orang dalam puasa Ramadhan, pasti ada kekurangan yang mesti disempurnakan dengan amalan sunnah.[6]


Faedah ketiga: Melakukan puasa syawal merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan

Jika Allah subhanahu wa ta’ala menerima amalan seorang hamba, maka Dia akan menunjuki pada amalan sholih selanjutnya. Jika Allah menerima amalan puasa Ramadhan, maka Dia akan tunjuki untuk melakukan amalan sholih lainnya, di antaranya puasa enam hari di bulan Syawal.[7] Hal ini diambil dari perkataan sebagian salaf,

مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا

Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.[8]

Ibnu Rajab menjelaskan hal di atas dengan perkataan salaf lainnya, ”Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu dia melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan lalu malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.[9]

Renungkanlah! Bagaimana lagi jika seseorang hanya rajin shalat di bulan Ramadhan (rajin shalat musiman), namun setelah Ramadhan shalat lima waktu begitu dilalaikan? Pantaskah amalan orang tersebut di bulan Ramadhan diterima?!

Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts ’Ilmiyyah wal Ifta’ (komisi fatwa Saudi Arabia) mengatakan, ”Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah. (Sebagian salaf mengatakan), “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.” Oleh karena itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak melaksanakan shalat di luar bulan Ramadhan. Bahkan orang seperti ini (yang meninggalkan shalat) dinilai kafir dan telah melakukan kufur akbar, walaupun orang ini tidak menentang kewajiban shalat. Orang seperti ini tetap dianggap kafir menurut pendapat ulama yang paling kuat.”[10] Hanya Allah yang memberi taufik.


Faedah keempat: Melaksanakan puasa syawal adalah sebagai bentuk syukur pada Allah

Nikmat apakah yang disyukuri? Yaitu nikmat ampunan dosa yang begitu banyak di bulan Ramadhan. Bukankah kita telah ketahui bahwa melalui amalan puasa dan shalat malam selama sebulan penuh adalah sebab datangnya ampunan Allah, begitu pula dengan amalan menghidupkan malam lailatul qadr di akhir-akhir bulan Ramadhan?!


Ibnu Rajab mengatakan, ”Tidak ada nikmat yang lebih besar dari pengampunan dosa yang Allah anugerahkan.[11] Sampai-sampai Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam pun yang telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan akan datang banyak melakukan shalat malam. Ini semua beliau lakukan dalam rangka bersyukur atas nikmat pengampunan dosa yang Allah berikan. Ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya oleh istri tercinta beliau yaitu ’Aisyah radhiyallahu ’anha mengenai shalat malam yang banyak beliau lakukan, beliau pun mengatakan,

أَفَلاَ أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْدًا شَكُورًا

”Tidakkah aku senang menjadi hamba yang bersyukur?”[12]
Begitu pula di antara bentuk syukur karena banyaknya ampunan di bulan Ramadhan, di penghujung Ramadhan (di hari Idul fithri), kita dianjurkan untuk banyak berdzikir dengan mengangungkan Allah melalu bacaan takbir ”Allahu Akbar”. Ini juga di antara bentuk syukur sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu bertakwa pada Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185)
Begitu pula para salaf seringkali melakukan puasa di siang hari setelah di waktu malam mereka diberi taufik oleh Allah untuk melaksanakan shalat tahajud.
Ingatlah bahwa rasa syukur haruslah diwujudkan setiap saat dan bukan hanya sekali saja ketika mendapatkan nikmat. Namun setelah mendapatkan satu nikmat, kita butuh pada bentuk syukur yang selanjutnya. Ada ba’it sya’ir yang cukup bagus: ”Jika syukurku pada nikmat Allah adalah suatu nikmat, maka untuk nikmat tersebut diharuskan untuk bersyukur dengan nikmat yang semisalnya”.
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, ”Setiap nikmat Allah berupa nikmat agama maupun nikmat dunia pada seorang hamba, semua itu patutlah disyukuri. Kemudian taufik untuk bersyukur tersebut juga adalah suatu nikmat yang juga patut disyukuri dengan bentuk syukur yang kedua. Kemudian taufik dari bentuk syukur yang kedua adalah suatu nikmat yang juga patut disyukuri dengan syukur lainnya. Jadi, rasa syukur akan ada terus sehingga seorang hamba merasa tidak mampu untuk mensyukuri setiap nikmat. Ingatlah, syukur yang sebenarnya adalah apabila seseorang mengetahui bahwa dirinya tidak mampu untuk bersyukur (secara sempurna).”[13]


Faedah kelima: Melaksanakan puasa syawal menandakan bahwa ibadahnya kontinu dan bukan musiman saja[14]


Amalan yang seseorang lakukan di bulan Ramadhan tidaklah berhenti setelah Ramadhan itu berakhir. Amalan tersebut seharusnya berlangsung terus selama seorang hamba masih menarik nafas kehidupan.
Sebagian manusia begitu bergembira dengan berakhirnya bulan Ramadhan karena mereka merasa berat ketika berpuasa dan merasa bosan ketika menjalaninya. Siapa yang memiliki perasaan semacam ini, maka dia terlihat tidak akan bersegera melaksanakan puasa lagi setelah Ramadhan karena kepenatan yang ia alami. Jadi, apabila seseorang segera melaksanakan puasa setelah hari ’ied, maka itu merupakan tanda bahwa ia begitu semangat untuk melaksanakan puasa, tidak merasa berat dan tidak ada rasa benci.
Ada sebagian orang yang hanya rajin ibadah dan shalat malam di bulan Ramadhan saja, lantas dikatakan kepada mereka,


بئس القوم لا يعرفون لله حقا إلا في شهر رمضان إن الصالح الذي يتعبد و يجتهد السنة كلها

Sejelek-jelek orang adalah yang hanya rajin ibadah di bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang yang sholih adalah orang yang rajin ibadah dan rajin shalat malam sepanjang tahun”. Ibadah bukan hanya di bulan Ramadhan, Rajab atau Sya’ban saja.


Asy Syibliy pernah ditanya, ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah Sya’ban?” Beliau pun menjawab, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Sya’baniyyin.” Maksudnya adalah jadilah hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di setiap bulan sepanjang tahun dan bukan hanya di bulan Sya’ban saja. Kami kami juga dapat mengatakan, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Romadhoniyyin.” Maksudnya, beribadahlah secara kontinu (ajeg) sepanjang tahun dan jangan hanya di bulan Ramadhan saja. Semoga Allah memberi taufik.
’Alqomah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah mengenai amalan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, ”Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ’Aisyah menjawab,

لاَ. كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً

Beliau tidak mengkhususkan waktu tertentu untuk beramal. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (ajeg).[15]


Amalan seorang mukmin barulah berakhir ketika ajal menjemput. Al Hasan Al Bashri mengatakan, ”Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah menjadikan ajal (waktu akhir) untuk amalan seorang mukmin selain kematian.” Lalu Al Hasan membaca firman Allah,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” (QS. Al Hijr: 99).[16] Ibnu ’Abbas, Mujahid dan mayoritas ulama mengatakan bahwa ”al yaqin” adalah kematian. Dinamakan demikian karena kematian itu sesuatu yang diyakini pasti terjadi. Az Zujaaj mengatakan bahwa makna ayat ini adalah sembahlah Allah selamanya. Ahli tafsir lainnya mengatakan, makna ayat tersebut adalah perintah untuk beribadah kepada Allah selamanya, sepanjang hidup.[17]
Sebagai penutup, perhatikanlah perkataan Ibnu Rajab berikut, ”Barangsiapa melakukan dan menyelesaikan suatu ketaaatan, maka di antara tanda diterimanya amalan tersebut adalah dimudahkan untuk melakukan amalan ketaatan lainnya. Dan di antara tanda tertolaknya suatu amalan adalah melakukan kemaksiatan setelah melakukan amalan ketaatan. Jika seseorang melakukan ketaatan setelah sebelumnya melakukan kejelekan, maka kebaikan ini akan menghapuskan kejelekan tersebut. Yang sangat bagus adalah mengikutkan ketaatan setelah melakukan ketaatan sebelumnya. Sedangkan yang paling jelek adalah melakukan kejelekan setelah sebelumnya melakukan amalan ketaatan. Ingatlah bahwa satu dosa yang dilakukan setelah bertaubat lebih jelek dari 70 dosa yang dilakukan sebelum bertaubat. … Mintalah pada Allah agar diteguhkan dalam ketaatan hingga kematian menjemput. Dan mintalah perlindungan pada Allah dari hati yang terombang-ambing.”[18]
Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada kita untuk istiqomah dalam ketaatan hingga maut menjemput. Hanya Allah yang memberi taufik. Semoga Allah menerima amalan kita semua di bulan Ramadhan dan memudahkan kita untuk menyempurnakannya dengan melakukan puasa Syawal.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Diselesaikan di Batu Merah, kota Ambon, 4 Syawal 1430 H
***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id, dipublish ulang oleh www.rumaysho.com


Semoga dimudahkan dalam mengerjakan puasa syawal. Amin

Wallahu a’lam bish-shawabi.



sumber
Baca selengkapnya