Tuesday, June 20, 2017

8 Pertanyaan Yang Harus Diajukan Ketika Ta’aruf I


 بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Menjalani proses menikah tanpa pacaran tentu memunculkan banyak pertanyaan bagi orang yang belum paham. Bagaimana cara mengenal kepribadian calon pasangan kita? Bagaimanakah kebiasaan baik dan buruk yang ia punya? Bagaimana adabnya saat berinteraksi dengan keluarga besar? Dan mungkin masih banyak lagi sekelumit pertanyaan yang ada di kepala kita.
Menikah tanpa pacaran bukan berarti tidak memahami bagaimana calon pasangan kita. Islam membolehkan kita melakukan nazhor (melihat calon pasangan) agar kita dapat merasakan ke-sreg-an di hati. Sementara, gambaran kepribadian, kebiasaan, cita-citanya di masa depan dan lain sebagainya, dapat kita gali melalui proses tanya-jawab (atau yang dikenal sebagai ‘taaruf’) baik langsung kepada yang bersangkutan, atau mencari informasi melalui keluarga/teman dekatnya.

Lalu apa saja pertanyaan yang kita ajukan saat taaruf tersebut? Ini dia beberapa pertanyaan yang wajib kamu tanyakan padanya :


  1. Pemahaman tentang Keluarga dan Visi-misi Pernikahan

Seorang ikhwan sejati tentu bukan menikah untuk sekedar melegalkan hubungan. Namun lebih dari itu, semestinya ia memiliki visi dan misi yang jauh ke depan untuk keluarganya, dalam kehidupan dunia dan juga akhirat. Tanyakanlah padanya pertanyaan berikut :
  • Apa definisi keluarga menurutmu? Apa pendapatmu tentang berkeluarga dalam Islam?
  • Apa visi yang ingin kamu capai dengan menikah dan berumah tangga?
  • Bagaimana kamu mencapai itu dalam misi-misi kehidupan yang akan dijalankan bersama keluarganya?
Jawaban yang jelas menunjukkan bahwa ikhwan ini minimal memiliki pengetahuan tentang impian besar yang akan ia capai bersama keluarganya. Visi menjadikan hidup seseorang lebih terarah karena ia tahu apa yang akan ia kejar. Bukankah kita lebih senang dipimpin oleh suami yang tahu kemana ia akan melangkah, dan kemana ia akan membawa keluarganya? Sungguh sayang sekali apabila hidup yang akan dijalani hanyalah ‘sekedar’ persoalan makan, rumah, cita-cita dunia yang ingin dicapai, berapa anak yang ingin dipunya, dst.  Sebab Allah subhaanahu wa ta’ala telah memperingatkan kita dalam Al Qur’an, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS. Al Ankabut : 64)
  1. Manajemen Ruhiyah

Pertanyaan tentang ini bisa saja berwujud seperti :
  • Berapa lembar bacaan Qur’anmu setiap harinya?
  • Apa saja ibadah unggulanmu?
  • Ibadah sunnah apa saja yang biasa kamu lakukan?
  • Berapa banyak sholat Dhuha dan Tahajudmu dalam sepekan?
Pertanyaan seputar ruhiyah ini menjadi penting karena kekuatan ruhiyahlah yang menjadi bahan bakar kita dalam menjalani roda kehidupan. Ruhiyah yang terjaga akan membantu kita menghadapi berbagai problematika hidup, dinamika dengan orang banyak dan sebagainya. Keterhubungan dengan Allah menjadi kebutuhan karena hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan dan petunjuk.
Kita tentu juga ingin memiliki pemimpin sholeh yang dekat dengan Qur’an. Setiap kita pasti ingin memiliki imam yang selalu menjaga interaksinya dengan kalamullah. Orang yang berupaya untuk selalu dekat dengan Qur’an insya Allah menunjukkan komitmennya untuk membersihkan diri. Dengan membaca Al Qur’an insya Allah jiwanya akan terbasuh dan terobati dari karat-karat dunia. Membiasakan diri membaca Al Qur’an juga menunjukkan upaya untuk mendekatkan diri dengan petunjuk Allah dalam hidup. Apalagi jika kelak ingin memiliki putra-putri yang soleh-solehah lagi penghafal Al Qur’an, tentu saja harus dimulai dari orangtuanya terlebih dahulu, bukan?
  1. Pemahaman tentang Peran, Hak dan Kewajiban Suami dan Istri

Hal ini berkaitan dengan pemahamannya tentang apa saja peran, hak dan kewajiban suami dan istri dalam Islam. Pemahaman ini akan melahirkan persepsi mengenai batasan, harapan dan berbagai hal terkait yang akan terejawantah dalam peran sehari-hari. Kita juga dapat bertanya tentang harapannya tentang istri ideal dalam pikirannya. Bisa jadi misalnya, dia berharap kita menjadi ibu rumah tangga dan berkiprah dari rumah, sementara kita ingin tetap bisa berkonribusi di masyarakat sesuai keilmuan yang kita miliki. Meski bisa jadi ada harapan dan keinginan yang belum sinkron, hal ini bisa terus dikomunikasikan seiring waktu berjalan. Komunikasi yang terbangun tentu saja diselaraskan dengan koridor Islam terkait peran, hak dan kewajiban suami-istri tadi, agar jelas mana batasan serta hal-hal prinsip dan non-prinsip yang tak boleh dilanggar atau masih dapat ditoleransi.
Gali juga sejauh mana ia mau terlibat dalam pendidikan anak yang menjadi tanggung jawab seorang Ayah. Hal ini akan kita bahas lebih detil di poin berikutnya.
  1. Manajemen Emosi dan Konflik

Pertanyaan ini lebih banyak menggali bagaimana dinamika emosi dan cara dia menanggulanginya. Beberapa pertanyaan yang bisa diajukan antara lain :
  • Apa saja yang biasanya memicu amarahmu?
  • Apa yang kamu lakukan saat sedang stres atau bermasalah dengan orang lain?
  • Bagaimana kondisi terburukmu ketika marah?
Stres dalam kehidupan kita adalah sebuah keniscayaan. Ia selalu datang dan menghampiri, dan tentu saja ini membutuhkan kepiawaian kita dalam mengelolanya. Tanyakan padanya, atau carilah informasi dari orang lain, tentang hal-hal apa saja yang dapat memicu amarah atau stresnya. Tanyakan pula hal-hal apa saja yang ia lakukan saat sedang stres dan emosi. Sebab kemampuan seseorang mengontrol diri saat marah menjadi salah satu parameter kekuatan jiwa, seperti sabda Rasulullah saw dalam haditsnya, “Bukanlah orang yang kuat itu yang pandai bergulat, akan tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan jiwanya ketika marah,” (HR. Bukhari 6114, Muslim 2609).
Mengetahui kondisi diri saat marah juga merupakan nilai plus dalam memahami diri sendiri, sehingga disini terlihat sejauh mana ia menyadari apakah caranya marah itu masih dalam koridor yang benar atau tidak. Selain itu dengan menanyakan manajemen emosi ini, kita juga dapat mengetahui sejauh mana kontrol diri sang ikhwan, dan mengambil langkah penyesuaian apabila kita berjodoh nantinya.
Itu baru kendali diri atas amarah jiwa. Belum lagi nanti saat berumah tangga, kita akan menemui berbagai macam konflik dengan pasangan, keluarga besar, mertua, ipar dan lain sebagainya. Banyak hal yang semestinya bisa kita kendalikan, namun jika tak pandai mengatasinya, bisa saja berujung pada keburukan. Berapa banyak pasangan yang baru menikah namun sudah bercerai kembali hanya karena tak mampu mengelola amarah dan emosi mereka. Tetapi jangan juga khawatir. Jika kita dapat mengelolanya dengan baik, insya Allah konflik yang ada akan membentuk diri kita lebih matang dan dewasa.

Semoga dimudahkan dalam taaruf. Amin

Wallahu a’lam bish-shawabi.

Bagikan

Jangan lewatkan

8 Pertanyaan Yang Harus Diajukan Ketika Ta’aruf I
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.